IPS (USAHA PERJUANGAN KEMERDEKAAN INDONESIA SECARA DIPLOMASI)
A. USAHA PERJUANGAN KEMERDEKAAN INDONESIA SECARA DIPLOMASI
Sebagai negara yang baru merdeka Indonesia banyak menghadapi masalah di berbagai sektor diantaranya ekonomi, politik, pendidikan, sosial dan militer. Kedatangan kembali Belanda banyak mewarnai perjalanan Indonesia di awal proklamasi. Kontak fisik yang banyak menimbulkan korban di kedua belah pihak membuat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ikut campur tangan terhadap masalah Indonesia-Belanda. Perjuangan diplomasi dilakukan (meskipun hasilnya selalu merugikan pihak Indonesia) dengan harapan segera tercapai kesepakatan antara dua pihak.Perjuangan bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan juga dilakukan di meja perundingan atau perjuangan diplomasi. Perjuangan diplomasi dilakukan, misalnya dengan mencari dukungan dunia internasional dan berunding langsung dengan Belanda.
A. Menarik dukungan dunia Internasional
Perjuangan mencari dukungan internasional lewat PBB dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Tindakan langsung dilakukan dengan mengemukakan masalah Indonesia di hadapan sidang Dewan Keamanan PBB. Tindakan tidak langsung dilakukan melalui pendekatan dan hubungan baik dengan negara-negara yang akan mendukung Indonesia dalam sidang-sidang PBB. . Pendekatan yang dilakukan Sutan Syahrir dan Haji Agus Salim dalam sidang Dewan Keamanan PBB pada bulan Agustus 1947 berhasil mempengaruhi negara-negara anggota Dewan Keamanan PBB untuk mendukung Indonesia. Negara-negara yang mendukung Indonesia antara lain Australia, India, Liga Arab.
B. Melakukan berbagai perundingan
Indonesia juga mengadakan perundingan langsung dengan Belanda. Berbagai perundingan yang pernah dilakukan untuk menyelesaikan konflik Indonesia- Belanda misalnya: Perundingan Linggarjati, Perjanjian Renville, Persetujuan Roem-Royen, Konferensi Inter-Indonesia, dan Konferensi Meja Bundar
a. Perjanjian Linggarjati (10 November – 15 November 1946)
Inggris membantu menyelesaikan pertikaian antara Indonesia-Belanda yang berlarut-larut melalui perundingan tingkat panitia di lingkungan militer. Perundingan ini dilaksanakan pada tanggal 7 Oktober 1946, degelasi dari Indonesia diwakili oleh Sultan Syahrir dan wakil dari Belanda adalah Schermerhorn. Hasil kesepakatan militer dalam tingkat panitia antara lain sebagai berikut.
Ø Gencatan senjata diadakan atas dasar kedudukan militer pada waktu itu dan atas dasar kekuatan militer Sekutu serta Indonesia.
Ø Dibentuk sebuah komisi bersama gencatan senjata untuk masalah-masalah teknis pelaksanaan gencatan senjata.
Sebagai kelanjutan perundingan-perundingan sebelumnya, sejak tanggal 10 November 1946 di Linggarjati di Cirebon, dilangsungkan perundingan antara Pemerintah RI dan komisi umum Belanda. Perundingan di Linggarjati dihadiri oleh beberapa tokoh juru runding, antara lain sebagai berikut:
Ø Inggris, sebagai pihak penengah diwakili oleh Lord Killearn.
Ø Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir (Ketua), Mohammed Roem (anggota), Mr. Susanto Tirtoprojo, S.H. (anggota), Dr. A.K Gani (anggota).
Ø Belanda, diwakili Prof. Schermerhorn (Ketua), De Boer (anggota), dan Van Pool (anggota).
Perundingan di Linggarjati tersebut menghasilkan keputusan yang disebut perjanjian Linggarjati.Perjanjian Linggarjati ditandatangani oleh Belanda dan Indonesia pada tanggal 25 Maret 1947 dalam suatu upacara kenegaraan di Istana Negara Jakarta Berikut ini adalah isi Perjanjian Linggarjati :
Ø Belanda mengakui de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura. Belanda sudah harus meninggalkan daerah de facto paling lambat pada tanggal 1 Januari 1949.
Ø Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam menyelenggarakan berdirinya negara Indonesia Serikat. Pembentukan RIS akan diadakan sebelum tanggal 1 Januari 1949.
Ø RIS dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketua..
Perjanjian Linggarjati bagi Indonesia ada segi positif dan negatifnya:
Ø Segi positifnya ialah adanya pengakuan de facto atas RI yang meliputi Jawa, Madura, dan Sumatera.
Ø Segi negatifnya ialah bahwa wilayah RI dari Sabang sampai Merauke, yang seluas Hindi Belanda dulu tidak tercapai.
Meskipun isi perundingan Linggajati masih terdapat perbedaan penafsiran antara Indonesia dengan Belanda, akan tetapi kedudukan Republik Indonesia di mata Internasional kuat karena Inggris dan Amerika memberikan pengakuan secara de facto.
a. Agresi Militer Belanda I ( 21 Juli 1947 )
Republik Indonesia menolak usul itu karena berarti menghancurkan dirinya sendiri. Penolakan itu menyebabakan Belanda melakukan agresi militer terhadap wilayah Republik Indonesia. Serangan belanda dimulai tanggal 21 Juli 1947 dengan sasaran kota-kota besar di Pulau Jawa dan sumatera. Menghadapi militer Belanda yang bersenjata lengkap dan modern menyebabakan satuan-satuan tentara Indonesia terdesak ke luar kota. Selanjutnya, TNI dan laskar rakyat melakukan serangan balasan dan taktik perang gerilya.Hasilnya, dapat membatasi kekuasaan dan gerakan-gerakan Belanda sebatas di kota-kota besar dan jalan raya sedangkan di luar itu, kekuasaan berada di tangan TNI.. Adanya agresi Militer Belanda I menimbulkan simpati dan reaksi keras dari dunia Internasional. Bentuk simpati dunia Internasional ditujukan dengan tindakan sebagai berikut:
Ø Palang Merah Malaya (Malaysia) dan India mengirimkan bantuan obat-obatan yang diangkut oleh pesawat Dakota dari Singapura. Namun, ketika akan mendarat di Yogyakarta pesawat itu ditembaki jatuh oleh tentara Belanda.
Ø Australia dan India bereaksi keras dengan mendesak Dewan Keamanan PBB agar segera membahas masalah Indonesia.
Indonesia menolak, dengan demikian gencatan senjata yang diserukan oleh PBB belum berlaku secara efektif. Berkat perjuangan diplomasi di forum PBB, banyak negara yang mendukung perjuangan bangsa Indonesia dan membantu mencari jalan penyelesaian secara damai. Pada tanggal 1 Agustus 1947, Indonesia mengutus Sultan Syahrir dan H. Agus Salim untuk mengikuti sidang Dewan Keamanan PBB adalah usul dari Australia dan India.Hasilnya, kedua pihak diperintahkan untuk berhenti melakukan gencatan senjata. Pada tanggal 4 Agustus 1947 pemerintah Republik Indonesia dan Belanda mengumumkan berhentinya gencatan senjata. Sejak pengumuman gencatan senjata tersebutlah, secara resmi berakhirnya agresi milter Belanda I. akan tetapi, kenyataannya Belanda masih terus memperluas wilayahnya samapi dengan dibentuk garis demakrasi yang jauh ke depan (garis Van Mook). Dalam upaya penyelesaian sengketa antara Indonesia dan Belanda secara damai dan mengawasi gencatan senjata yang telah disepakati bersama maka Dewan Keamanan PBB membentuk Komisi Tiga Negara (KTN). Negara yang duduk dalam KTN adalah hasil tunjukan Republik Indonesia, Belanda dan sebuah negara lagi yang bersifat netral negara tersebuat adalah:
Ø Australia (tunjukan Indonesia), diwakili oleh Richard Kirby.
Ø Belgia (tunjukan Belanda), diwakili oleh Paul Van ZeelandDX
Ø Amerika Serikat (tunjukan Australia dan Belgia), diwakili Dr. Frank Graham
c. Komisi Tiga Negara
Pada tanggal 18 September 1947, Dewan Keamanan PBB membentuk sebuah Komisi Jasa Baik. Komisi ini kemudian terkenal dengan sebutan Komisi Tiga Negara. Anggota KTN terdiri dari Richard Kirby (wakil Australia), Paul Van Zeeland (wakil Belgia), dan Dr. Frank Graham (wakil Amerika Serikat). Dalam pertemuannya pada tanggal 20 Oktober 1947, KTN memutuskan bahwa tugas KTN di Indonesia adalah untuk membantu menyelesaikan sengketa antara RI dan Belanda dengan cara damai. Pada tanggal 27 Oktober 1947, KTN tiba di Jakarta untuk memulai pekerjaannya. Beberapa perilaku Belanda terhadap Indonesia adalah :
Ø Tanggal 20 Juli 1947, Van Mook (perwakilan Belanda) menyatakan bahwa Belanda tidak terikat lagi dengan perjanjian Linggarjati dan perjanjian gencatan senjata. Penyataan Van Mook itu telah dibuktikan dengan melakukan Agresi Militer Belanda I pada tanggal 21 Juli 1947 terhadap Indonesia
Ø Tanggal 29 Juli 1947, pesawat Dakota Palang Merah India ditembak oleh pesawat pemburu Belanda di atas Yogyakarta yang menewaskan Adi Sucipto dan Dr. Abdulrachman Saleh
Kehadiran KTN di Indonesia sangat berarti bagi Indonesia, disamping sabagai fasilitator berbagai perundingan, mengawasi gencatan senjata, hingga dapat mengembalikan para pemimpin Republik Indonesia seperti Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta dan H. Agus Salin yang ditawan Belanda di Bangka tanggal 6 Juli 1947
B.Perjanjian Renville (8 Desember 1947 – 17 Januari 1948)
Perjanjian Renville dimulai pada tanggal 8 Desember 1947. Hasil perundingan Renville disepakati dan ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948. Yang hadir pada perundingan di atas kapal Renville ialah sebagai berikut.
Ø Frank Graham (ketua), Paul van Zeeland (anggota), dan Richard Kirby (anggota) sebagai mediator dari PBB.
Ø Delegasi Indonesia Republik Indonesia diwakili oleh Amir Syarifuddin (ketua), Ali Sastroamidjojo (anggota), Haji Agus Salim (anggota), Dr. J. Leimena (anggota), Dr. Coa Tik Ien (anggota), dan Nasrun (anggota).
Ø Delegasi Belanda Belanda diwakili oleh R. Abdulkadir Wijoyoatmojo (ketua), Mr. H.A.L. van Vredenburgh (anggota), Dr. P. J. Koets (anggota), dan Mr. Dr. Chr. Soumokil (anggota).
Perjanjian Renville menghasilkan beberapa keputusan sebagai berikut:
Ø Penghentian tembak-menembak.
Ø Daerah-daerah di belakang garis van Mook (garis yang menghubungkan 2 daerah terdepan yang diduduki oleh Belanda) harus dikosongkan dari pasukan RI.
Ø Belanda bebas membentuk negara-negara federal di daerah-daerah yang didudukinya dengan melalui plebisit terlebih dahulu.
Ø Membentuk Uni Indonesia-Belanda. Negara Indonesia Serikat yang ada di dalamnya sederajat dengan Kerajaan Belanda. Persetujuan Renville ditandatangani oleh Amir Syarifuddin (Indonesia) dan Abdulkadir Wijoyoatmojo (Belanda).
Perjanjian ini semakin mempersulit posisi Indonesia karena wilayah RI semakin sempit.Akan tetapi, demi suatu perjuangan diplomasi untuk mempertahankan kemerdekaan, Indonesia menerima dengan suatu keyakinan dalam kesempatan perjuangan diplomasi lainnya pihak Indonesia dapat mengusir penjajah.Kesulitan itu bertambah setelah Belanda melakukan blockade ekonomi terhadap Indonesia. Itulah sebabnya hasil Perjanjian Renville mengundang reaksi keras, baik dari kalangan partai politik maupun TNI.
Ø Bagi kalangan partai politik, hasil perundingan itu memperlihatkan kekalahan perjuangan diplomasi.
Ø Bagi TNI, hasil perundingan itu mengakibatkan harus ditinggalkannya sejumlah wilayah pertahanan yang telah susah payah dibangun.
e. Agresi Militer Belanda II (19 Desember 1948)
Madiun maka pada tanggal 18 Desember 1948, Belanda secara sepihak membatalkan persetujuan gencatan senjata esok harinya (19 Desember 1948 dini hari) tentara Belanda langsung menyerbu Lapangan Udara Maguwo, Yogyakarta. Serangan Belanda yang tiba-tiba berhasil dengan gemilang dan seluruh Yogyajarta sudah jatuh di tangan Belanda. Presiden dan Wakil Presiden memutuskan untuk tetap tinggal di Ibu kota, meskipun mereka akan ditawan oleh musuh. Alasanya, supaya mereka mudah ditemui oleh KTN dari kegiatan diplomasi dapat berjalan terus Tentara Belanda berhasil memasuki istana keprisidenanan dan para pejabat tinggi negara ditawan, semuanya ada 150 orang.
Dunia mengutuk agresi Belanda dan mendukung perjuangan bangsa Indonesia. Negara Indonesia Timur dan Negara Pasundan sebagai negar boneka bentukan Belanda juga mengecam berlangsungnya Angresi Militer Belanda II.
Agresi Militer Belanda II juga mengundang reaksi dari PBB karena Belanda secara terang-terangan melanggar Perjanjian Renville di depan Komisi Tiga Negara yang ditugaskkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pada tanggal 4 Januari 1949, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resulusi agar Republik Indonesia dan Belanda menghentikan permusuhan. Kegagalan Belanda dalam berbagai pertempuran dan tekanan dari dunia Internasional, terutama Amerika Serikat memaksa Belanda kembali ke meja perundingan.
Akibat agresi Militer Belanda II, Presiden dan Wakil Presiden beserta beberapa pejabat tinggi dapat ditawan oleh Belanda. Namun, ketika masih berlangsung Agresi Militer Belanda II para pemimpin republic tersebut sempat sempat bersidang dan menghasilkan tiga keputusan penting antara lain sebagai berikut:
Ø Pemberian kuasa penuh kepada Syarifudin Prawiranegara untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)
Ø Kepada Marimis, L.N Palar, dan Dr. Sudarsono sedang berda di India agar membentuk pemerintahan RI di pengasingan.
Ø Presiden dan wakil Presiden RI memutuskkan tidak mengungsi, tetap tinggal di kota dengan kemungkinann ditawan dan dekat dengan KTN.
Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) adalah penyelenggara pemerintahan Republik Indonesia periode 22 Desember 1948 – 13 Juli 1949, dipimpin oleh Syafruddin Prawiranegara yang disebut juga dengan Kabinet Darurat. Sesaat sebelum pemimpin Indonesia saat itu, Sukarno dan Hatta ditangkap Belanda pada tanggal 19 Desember 1948, mereka sempat mengadakan rapat dan memberikan mandat kepada Syafruddin Prawiranegara untuk membentuk pemerintahan sementara.
Terbentuknya PDRI sendiri pada tanggal 19 Desember 1948 pada jam 18.00 WIB atas inisiatif Mr. Syarifudin dan beberapa pemuka pemerintahan di Sumatera. Alasannya, mereka ikut meras bertanggung jawab atas kelangsungan hidup Republik Indonesia dan untuk keselamatan perjuangan. Dengan terbentuknya PDRI, perjuangan masih tetap dilaksanakan dan dikoordinir melalaui peamncar yang dilaksanakan oleh Angkatan Udara Republik Indonesia.
Hasil keputusan sidang para pemimpin RI itu segera dikirim kepada Syarifuddin Prawiranegara di Bukittinggi, Sumatera Barat yang ditandatangani oleh Presiden sukarno dan wakil Presiden Moh.Hatta. Apabila tugas itu gagal agar segera dibentuk pemerintahan RI di pengasingan oleh tokoh Indonesia yang ada di India, yaitu Marimis, L.N Palar, dan Dr. Sudarsono. Berita tersebut ternyata tidak pernah samapi ke Bukittingi karena seluruh hubungan telepon keluar Yogyakarta telah diputus oleh Belanda.
f. Perundingan Roem-Royen (17 April- 7 Mei 1949 )
Reaksi keras terhadap tindakan agresi militer Belanda II atas Indonesia mulai bermunculan baik reaksi yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Atas prakarsa Burma ( Myanmar) dan India maka terselenggaralah Konferensi Asia di New Delhi, India pada tanggal 20-23 Januari 1949. konferensi dihadiri oleh beberapa negara Asia, Afrika dan Ausralia menghasilkan resulusi mengenai masalah Indonesia yang kemudian disampaikan kepada Dewan Keamanan PBB.
Sejalan dengan perlawanan gerilya di Jawa dan Sumatra yang semakin meluas, usaha-usaha di bidang diplomasi berjalan terus. UNCI mengadakan perundingan dengan pemimpin-pemimpin RI di Bangka. Sementara itu, Dewan Keamanan PBB pada tanggal 23 Maret 1949 memerintahkan UNCI untuk membantu pelaksanaan resolusi DK PBB pada tanggal 28 Januari 1949. UNCI berhasil membawa Indonesia dan Belanda ke meja perundingan. Pada tanggal 17 April 1949 dimulailah perundingan pendahuluan di Jakarta. Delegasi Indonesia dipimpin Mr. Mohammad Roem. Delegasi Belanda dipimpin Dr. van Royen. Pertemuan dipimpin Merle Cohran dari UNCI yang berasal dari Amerika Serikat. Akhirnya pada tanggal 7 Mei 1949 tercapai persetujuan. Persetujuan itu dikenal dengan nama“Roem-Royen Statement”. Dalam perundingan ini, setiap delegasi mengeluarkan pernyataan sendiri-sendiri. Pernyataan delegasi Indonesia antara lain sebagai berikut.
Ø Soekarno dan Hatta dikembalikan ke Yogyakarta.
Ø Kesediaan mengadakan penghentian tembak-menembak.
Ø Kesediaan mengikuti Konferensi Meja Bundar setelah pengembalian Pemerintah RI ke Yogyakarta.
Ø Bersedia bekerja sama dalam memulihkan perdamaian dan tertib hukum.
Sedangkan pernyataan dari pihak Belanda adalah sebagai berikut.
Ø Menghentikan gerakan militer dan membebaskan tahanan politik.
Ø Menyetujui kembalinya Pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta.
Ø Menyetujui Republik Indonesia sebagai bagian dari negara Indonesia Serikat.
Ø Berusaha menyelenggarakan Konferensi Meja Bundar.
Ø Tidak akan memperluas daerah yang merugikan Republik Indonesia , mendirikan, dan mengakui neagara-negara yang ada di daerah yang dikuasai Republik Indonesia sebelum tanggal 19 Desember 1948.
Pada tanggal 6 Juli 1949, Soekarno dan Hatta dikembalikan ke Yogyakarta. Pengembalian Yogyakarta ke tangan Republik Indonesia diikuti dengan penarikan mundur tentara Belanda dari Yogyakarta. Tentara Belanda berhasil menduduki Yogyakarta sejak tanggal 19 Desember 1948 – 6 Juli 1949. Belanda terus-menerus mendapat tekanan dari dunia internasional, terutama Amerika Serikat sehingga bersedia berunding dengan Indonesia. Perundingan antra Indonesia dan Belanda diawasi oleh komisi PBB untuk Indonesia atau United Nations Commision fotr Indonesia (UNCI). Perundingan akan diselenggarakan di Den Haag, Belanda yang disebut Konferensi Meja Bundar (KMB).
Sebelum itu, diadakan perundingan pendahuluan di Jakarta yang diselenggarakan pada tanggal 17 April samapi dengan 7 Mei 1948. Perundingan yang dipimpin oleh Marle Cochran wakil Amerika serikat dalam UNCI. Delegasi Indonesia yang diketuai oleh Moh. Roem dengan anggotanya Ali Sastro Amijoyo, Dr. Leimena, Ir. Juanda, Prof. Supomo, dan Latuharhary. Bertindak sebagai penasihat adalah Sutan syahrir, Ir.Laok, dan Moh Natsir. Delegasi Belanda diketuai oleh Dr. J.H. Van royen dengan anggota Bloom, Jacob, dr. Van dr Vede, Dr. P.J Koets, Van Hoogstratendan Dr Gieben. Akhirnya pada tanggal 7 Mei 1949 tercapai Roem Royen Statement. Pernyataan pemerintah RI dibacakan oleh ketua delegasi Indonesia, Moh Roem yang berisi, antara lain sebagai berikut :
Ø Pemerintah Republik Indonesia akan mengeluarkan perintah penghentian perang gerilya
Ø Pemerintah RI turut serta dalam konferensi meja bundar dengan tujuan mempercepat penyerahan kedaulatan yang lengkap dan tidak bersyarat kepada Negara Republik Indonesia serikat.
Dengan tercapainya kesepakatan dalam prinsip-prinsip perundingan Roem-Royen, pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatera memerintahkan Sri Sultan Hamengku Buwono IX untuk mengambil alih memerintah Yogyakrta dari pihak Belanda. Pihak TNI masih menaruh kecurigaan terhadap hasil persetujuan Roem-Royen, tetapi Panglima Besar Jenderal Sodierman memperingatkan seluruh komando kesatuan agar tidak memikirkan maslah politik. Pada tanggal 22 Juni 1949, diselenggarakan perundingan segitiga antar Republik Indonesia, BFO, dan Belanda. Perundingan itu diawasi PBB yang dipimpin oleh Chritchley menghasilkan tiga keputusan yaitu:
Ø Pengembalian Pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakrta yang dilaksanakan pada tanggal 24 Juni 1949.
Ø Pemerintah menghentikan perang gerilya.
Ø KMB akan diselenggarakn di Den Haag.
Pada tanggal 1 Juli 1949 pemerintah Republik Indonesia secara resmi kembali ke Yogyakrta disusul dengan kedatangan para pemimpin Republik Indonesia dari medan gerilya. Panglima Jenderal Soedirman tiba kembali di Yogyakrta tanggal 10 Juli 1949. Setelah pemerintah Republik Indonesia kembali ke Yogyakrta, pada tanggal 13 Juli 1949 diselenggarakan sidang cabinet Republik Indonesia yang pertama. Pada kesempatan itu Mr. Syafrudin Prawiranegara mengembalikan mandatnya kepada wakil presiden, Moh.Hatta. dalam sidang cabinet juga diputuskan untuk mengangkat Sri Sultan Hamengku Buwono IX menjadi Menteri Pertahanan merangkap Ketua Koordinator Keamanan. Tindak lanjut Persetujuan Roem Royen adalah:
Ø Seluruh tentara Belanda harus segera dilantik di Yogyakarta
Ø Setelah kota Yogyakarta dikosongkan oleh tentara Belanda, pada tanggal 29 Juni 1949 TNI mulai memasuki kota. Keluarnya tentara Belanda dan masuknya TNI diawasi oleh UNCI. Panglima Besatr Jenderal Sudirman beserta para pejuang lainnya baru tiba di Yogyakarta pada tanggal 10 Juli 1949 dengan tandu.
Ø Setelah kota Yogyakarta sepenuhnya dikuasai oleh TNI maka Presiden
dan wakil Presiden RI beserta para pemimpin lainnya pada tanggal 6 Juli 1949 kembali ke Yogyakarta dari Bangka.
Ø Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatera yang dipimpin oleh Syarifuddin Prawiranegara menyerahkan kembali mandatnya kepada pemerintah pusat di Yogyakarta . penyerahan terjadi pada tanggal 13 Juli 1949, saat berlangsungnya sidang kabinet.
g. Konferensi Inter-Indonesia (19 -22 Juli 1949 dan 31 Juli – 2 Agustus 1949)
Sebelum Konferensi Meja Bundar berlangsung, dilakukan pendekatan dan koordinasi dengan negara- negara bagian (BFO) terutama berkaitan dengan pembentukan Republik Indonesia Serikat. Konferensi Inter-Indonesia ini penting untuk menciptakan kesamaan pandangan menghadapi Belanda dalam KMB. Konferensi diadakan setelah para pemimpin RI kembali ke Yogyakarta. Konferensi Inter-Indonesia I diadakan di Yogyakarta pada tanggal 19 – 22 Juli 1949. Konferensi Inter-Indonesia I dipimpin Mohammad Hatta. Konferensi Inter-Indonesia II diadakan di Jakarta pada tanggal 30 Juli – 2 Agustus 1949. Konferensi Inter-Indonesia II dipimpin olehSultan Hamid (Ketua BFO). Pembicaraan dalam Konferensi Inter-Indonesia hampir semuanya difokuskan pada masalah pembentukan RIS, antara lain:
1. masalah tata susunan dan hak Pemerintah RIS,
2. kerja sama antara RIS dan Belanda dalam Perserikatan Uni.
Hasil positif Konferensi Inter-Indonesia adalah disepakatinya beberapa hal berikut ini.
Ø Negara Indonesia Serikat yang nantinya akan dibentuk di Indonesia bernama Republik Indonesia Serikat (RIS).
Ø Bendera kebangsaan adalah Merah Putih.
Ø Lagu kebangsaan adalah Indonesia Raya.
Ø Hari 17 Agustus adalah Hari Nasional.
Dalam bidang militer, Konferensi Inter-Indonesia memutuskan hal-hal berikut.
Ø Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) adalah Angkatan Perang Nasional.
Ø TNI menjadi inti APRIS dan akan menerima orang-orang Indonesia yang ada dalam KNIL dan kesatuan-kesatuan tentara Belanda lain dengan syarat-syarat yang akan ditentukan lebih lanjut.
Ø Pertahanan negara adalah semata-mata hak Pemerintah RIS, negara-negara bagian tidak mempunyai angkatan perang sendiri.
Kesepakatan tersebut mempunyai arti penting sebab perpecahan yang telah dilakukan oleh Belanda sebelumnya, melalui bentuk-bentuk negara bagian telah dihapuskan. Kesepakatan ini juga merupakan bekal yang sangat berharga dalam menghadapi Belanda dalam perundingan-perundingan yang akan diadakan kemudian. Pada tanggal 1 Agustus 1949, pihak Republik Indonesia dan Belanda mencapai persetujuan penghentian tembak-menembak yang akan mulai berlaku di Jawa pada tanggal 11 Agustus dan di Sumatera pada tanggal 15 Agustus. Tercapainya kesepakatan tersebut memungkinkan terselenggaranya Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda.
h. Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag ( 23 Agustus- 2 November 1949)
Konferensi Meja Bundar (KMB) diadakan di Ridderzaal, Den Haag, Belanda. Konferensi dibuka pada tanggal 23 Agustus 1949 dan dihadiri oleh:
Ø Delegasi Republik Indonesia dipimpin Mohammad Hatta,
Ø Delegasi BFO dipimpin Sultan Hamid,
Ø Delegasi Kerajaan Belanda dipimpin J. H. van Maarseveen, dan
Ø UNCI diketuai oleh Chritchley.
Konferensi Meja Bundar dipimpin oleh Perdana Menteri Belanda, W. Drees. Konferensi berlangsung dari tanggal 23 Agustus sampai dengan 2 November 1949. Dalam konferensi dibentuk tiga komisi, yaitu: Komisi Ketatanegaraan, Komisi Keuangan, dan Komisi Militer. Kesulitan-kesulitan yang muncul dalam perundingan adalah:
Ø dari Komisi Ketatanegaraan menyangkut pembahasan mengenai Irian Jaya,
Ø dari Komisi Keuangan menyangkut pembicaraan mengenai masalah utang.
Belanda menuntut agar Indonesia mengakui utang terhadap Belanda yang dilakukan sampai tahun 1949. Dalam bidang militer, tanpa ada kesulitan siding menyepakati inti angkatan perang dalam bentuk Indonesia Serikat adalah Tentara Nasional Indonesia (TNI). Setelah penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat, KNIL (tentara Belanda di Indonesia) akan dilebur ke dalam TNI. KMB dapat menghasilkan beberapa persetujuan. Berikut ini adalah beberapa hasil dari KMB di Den Haag:
Ø Belanda menyerahkan kedaulatan atas Indonesia sepenuhnya dan tanpa syarat kepada RIS.
Ø Republik Indonesia Serikat (RIS) terdiri atas Republik Indonesia dan 15 negara federal. Corak pemerintahan RIS diatus menurut konstitusi yang dibuat oleh delegasi RI dan BFO selama Konferensi Meja Bundar berlangsung.
Ø Melaksanakan penyerahan kedaulatan selambat- lambatnya tanggal 30 Desember 1949.
Ø Masalah Irian Jaya akan diselesaikan dalam waktu setahun sesudah pengakuan kedaulatan.
Ø Kerajaan Belanda dan RIS akan membentuk Uni Indonesia-Belanda. Uni ini merupakan badan konstitusi bersama untuk menyelesaikan kepentingan umum.
Ø Menarik mundur pasukan Belanda dari Indonesia dan membubarkan KNIL. Anggota KNIL boleh masuk ke dalam APRIS.
Ø RIS harus membayar segala utang Belanda yang diperbuatnya semenjak tahun 1942.
Ø RIS mengembalikan semua hak milik Belanda, memberikan hak konsesi, dan izin baru bagi perusahaan-perusahaan Belanda
Ø RIS sebagai negara yang berdaulat penuh bekerjasama dengan Belanda dalam suatu perserikatan yang dipimpin oleh Ratu Belanda atas dasar sukarela dengan kedudukan dan hak yang sama
v Hasil KMB yang menguntungkan Indonesia: pengakuan kemerdekaan Indonesia, penyelesaian perselisihan dengan Belanda, dan dapat memulai perintisan pembangunan nasional
v Hasil KMB yang merugikan Indonesia: Irian Barat belum diserahkan kepada Republik Indonesia Serikat dan masih harus dibicarakan dalam satu tahun setelah pengakuan kemerdekaan
B. USAHA PERJUANGAN KEMERDEKAAN INDONESIA SECARA FISIK
Kehadiran pasukan Sekutu yang membawa orang-orang NICA pada tanggal 29 September 1945 sangat mencemaskan rakyat dan pemerintah RI. Keadaan ini semakin memanas ketika NICA mempersenjatai kembali bekas KNIL yang baru dilepaskan dari tahanan Jepang. Para pejabat Republik Indonesia yang menerima kedatangan pasukan ini karena menghormati tugas. Mereka menjadi sasaran teror dan percobaan pembunuhan. Oleh karena itu sikap pasukan Sekutu yang tidak menghormati kedaulatan negara dan bangsa Indonesia ini dihadapi dengan kekuatan senjata, oleh rakyat dan pemerintah. Di beberapa daerah muncul perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan sebagai berikut.
1. Pertempuran Surabaya
Pada tanggal 25 Oktober 1945 Brigade 49 di bawah pimpinan Brigadir Jenderal A W.S. Mallaby mendarat di pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Brigade ini merupakan bagian dari Divisi India ke-23, dibawah pimpinan Jenderal D.C. Hawthorn. Mereka mendapat tugas melucuti tentara Jepang dan menyelamatkan tawanan Sekutu. Pasukan ini berkekuatan 6000 personil di mana perwira-perwiranya kebanyakan orang-orang Inggris dan prajuritnya orang-orang Gurkha dari Nepal yang telah berpengalaman perang. Rakyat dan pemerintah Jawa Timur di bawah pimpinan Gubernur R.M.T.A Suryo semula enggan menerima kedatangan Sekutu. Kemudian antara wakil-wakil pemerintah RI dan Birgjen AW.S. Mallaby mengadakan pertemuan yang menghasilkan kesepakatan sebagai berikut.
1. Inggris berjanji mengikutsertakan Angkatan Perang Belanda.
2. Disetujui kerja sama kedua belah pihak untuk menjamin keamanan dan ketenteraman.
3. Akan dibentuk kontak biro agar kerja sama berjalan lancar.
4. Inggris hanya akan melucuti senjata Jepang.
Pada tanggal 26 Oktober 1945 pasukan Sekutu melanggar kesepakatan terbukti melakukan penyergapan ke penjara Kalisosok. Mereka akan membebaskan para tawanan Belanda di antaranya adalah Kolonel Huiyer. Tindakan ini dilanjutkan dengan penyebaran pamflet yang berisi perintah agar rakyat Surabaya menyerahkan senjata-senjata mereka. Rakyat Surabaya dan TKR bertekad untuk mengusir Sekutu dari bumi Indonesia dan tidak akan menyerahkan senjata mereka. Kontak senjata antara rakyat Surabaya melawan Inggris terjadi pada tanggal 27 Oktober 1945. Para pemuda dengan perjuangan yang gigih dapat melumpuhkan tank-tank Sekutu dan berhasil menguasai objek-objek vital. Strategi yang digunakan rakyat Surabaya adalah dengan mengepung dan menghancurkan pemusatan-pemusatan tentara Inggris kemudian melumpuhkan hubungan logistiknya. Serangan tersebut mencapai kemenangan yang gemilang walaupun di pihak kita banyak jatuh korban. Pada tanggal 29 Oktober 1945 Bung Karno beserta Jenderal D.C. Hawthorn tiba di Surabaya. Dalam perundingan antara pemerintah RI dengan Mallaby dicapai kesepakatan untuk menghentikan kontak senjata. Kesepakatan ini dilanggar oleh pihak Sekutu. Dalam salah satu insiden, Jenderal Mallaby terbunuh. Dengan terbunuhnya Mallaby, pihak Inggris menuntut pertanggungjawaban kepada rakyat Surabaya. Pada tanggal 9 November 1945 Mayor Jenderal E.C. Mansergh sebagai pengganti Mallaby mengeluarkan ultimatum kepada bangsa Indonesia di Surabaya. Ultimatum itu isinya agar seluruh rakyat Surabaya beserta pemimpin-pemimpinnya menyerahkan diri dengan senjatanya, mengibarkan bendera putih, dan dengan tangan di atas kepala berbaris satu-satu. Jika pada pukul 06.00 ultimatum itu tidak diindahkan maka Inggris akan mengerahkan seluruh kekuatan darat, laut dan udara. Ultimatum ini dirasakan sebagai penghinaan terhadap martabat bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang cinta damai tetapi lebih cinta kemerdekaan. Oleh karena itu rakyat Surabaya menolak ultimatum tersebut secara resmi melalui pernyataan Gubernur Suryo. Karena penolakan ultimatum itu maka meletuslah pertempuran pada tanggal 10 Nopember 1945. Melalui siaran radio yang dipancarkan dari Jl. Mawar No.4 Bung Tomo membakar semangat juang arek-arek Surabaya. Kontak senjata pertama terjadi di Perak sampai pukul 18.00. Pasukan Sekutu di bawah pimpinan Jenderal Mansergh mengerahkan satu Divisi infantri sebanyak 10.000 – 15.000 orang dibantu tembakan dari laut oleh kapal perang penjelajah “Sussex” serta pesawat tempur “Mosquito” dan “Thunderbolt”
Dalam pertempuran di Surabaya ini seluruh unsur kekuatan rakyat bahu membahu, baik dari TKR, PRI, BPRI, Tentara Pelajar, Polisi Istimewa, BBI, PTKR maupun TKR laut di bawah Komandan Pertahanan Kota, Soengkono. Pertempuran yang berlangsung sampai akhir November 1945 ini rakyat Surabaya berhasil mempertahankan kota Surabaya dari gempuran Inggris walaupun jatuh korban yang banyak dari pihak Indonesia. Oleh karena itu setiap tanggal 10 November bangsa Indonesia memperingati Hari Pahlawan. Hal ini sebagai penghargaan atas jasa para pahlawan di Surabaya yang mempertahankan tanah air Indonesia dari kekuasaan asing.
2. Pertempuran Ambarawa
Kedatangan Sekutu di Semarang tanggal 20 Oktober 1945 dibawah pimpinan Brigadir lenderal Bethel semula diterima dengan baik oleh rakyat karena akan mengurus tawanan perang. Akan tetapi, secara diam-diam mereka diboncengi NICA dan mempersenjatai para bekas tawanan perang di Ambarawa dan Magelang. Setelah terjadi insiden di Magelang antara TKR dengan tentara Sekutu maka pada tanggal 2 November 1945 Presiden Soekarno dan Brig.Jend. Bethel mengadakan perundingan gencatan senjata. Pada tanggal 21 November 1945 pasukan Sekutu mundur dari Magelang ke Ambarawa. Gerakan ini segera dikejar resimen Kedu Tengah di bawah pimpinan Letnan Kolonel M. Sarbini dan meletuslah pertempuran Ambarawa. Pasukan Angkatan Muda di bawah Pimpinan Sastrodihardjo yang diperkuat pasukan gabungan dari Ambarawa, Suruh dan Surakarta menghadang Sekutu di desa Lambu. Dalam pertempuran di Ambarawa ini gugurlah Letnan Kolonel Isdiman, Komandan Resimen Banyumas. Dengan gugurnya Letnan Kolonel Isdiman, komando pasukan dipegang oleh Kolonel Soedirman, Panglima Divisi di Purwokerto. Kolonel Soedirman mengkoordinir komandan-komandan sektor untuk menyusun strategi penyerangan terhadap musuh. Pada tanggal 12 Desember 1945 pasukan TKR berhasil mengepung musuh yang bertahan di benteng Willem, yang terletak di tengah-tengah kota Ambarawa. Selama 4 hari 4 malam kota Ambarawa di kepung. Karena merasa terjepit maka pada tanggal 15 Desember 1945 pasukan Sekutu meninggalkan Ambarawa menuju ke Semarang.
3. Pertempuran Medan Area dan Sekitarnya
Berita Proklamasi Kemerdekaan baru sampai di Medan pada tanggal 27 Agustus 1945. Hal ini disebabkan sulitnya komunikasi dan adanya sensor dari tentara Jepang. Berita tersebut dibawa oleh Mr. Teuku M. Hassan yang diangkat menjadi Gubernur Sumatra. Ia ditugaskan oleh pemerintah untuk menegakkan kedaulatan Republik Indonesia di Sumatera dengan membentuk Komite Nasional Indonesia di wilayah itu. Pada tanggal 9 Oktober 1945 pasukan Sekutu mendarat di Sumatera Utara di bawah pimpinan Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly. Serdadu Belanda dan NICA ikut membonceng pasukan ini yang dipersiapkan mengambil alih pemerintahan. Pasukan Sekutu membebaskan para tawanan atas persetujuan Gubernur Teuku M. Hassan. Para bekas tawanan ini bersikap congkak sehingga menyebabkan terjadinya insiden di beberapa tempat.
Achmad Tahir, seorang bekas perwira tentara Sukarela memelopori terbentuknya TKR Sumatra Tirnur. Pada tanggal l0 Oktober 1945. Di samping TKR, di Sumatera Timur terbentuk Badan-badan perjuangan dan laskar-laskar partai. Pada tanggal 18 Oktober 1945 Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly memberikan ultimatum kepada pemuda Medan agar menyerahkan senjatanya. Aksi-aksi teror mulai dilakukan oleh Sekutu dan NICA. Pada tanggal 1 Desember 1945 Sekutu memasang papan-papan yang bertuliskan Fixed Boundaries Medan Area di berbagai sudut pinggiran kota Medan. Bagaimana sikap para pemuda kita? Mereka dengan gigih membalas setiap aksi yang dilakukan pihak Inggris dan NICA. Pada tanggal 10 Desember 1945 pasukan Sekutu melancarkan serangan militer secara besar-besaran dengan menggunakan pesawat-pesawat tempur. Pada bulan April 1946 pasukan Inggris berhasil mendesak pemerintah RI ke luar Medan. Gubernur, Markas Divisi TKR, Walikota RI pindah ke Pematang Siantar. Walaupun belum berhasil menghalau pasukan Sekutu, rakyat Medan terus berjuang dengan membentuk Lasykar Rakyat Medan Area.
Selain di daerah Medan, di daerah-daerah sekitarnya juga terjadi perlawanan rakyat terhadap Jepang, Sekutu, dan Belanda. Di Padang dan Bukittinggi pertempuran berlangsung sejak bulan November 1945. Sementara itu dalam waktu yang sama di Aceh terjadi pertempuran melawan Sekutu. Dalam pertempuran ini Sekutu memanfaatkan pasukan-pasukan Jepang untuk menghadapi perlawanan rakyat sehingga pecah pertempuran yang dikenal dengan peristiwa Krueng Panjol Bireuen. Pertempuran di sekitar Langsa/Kuala Simpang Aceh semakin sengit ketika pihak rakyat dipimpin langsung oleh Residen Teuku Nyak Arif. Dalam pertempuran ini pejuang kita berhasil mengusir Jepang. Dengan demikian di seluruh Sumatera rakyat bersama pemerintah membela dan mempertahankan kemerdekaan.
No comments:
Post a Comment