Fasisme sebagai salah satu lambing kediktatoran sebenarnya telah muncul jauh sebelum abad ke-20. Fasisme merupakan faham golongan nasionalis ekstrim yang menganjurkan dijalankannya kekuasaan pemerintah otoriter. Fasisme mengutamakan kepentingan diatas segala – galanya.
Negara fasis umumnya totalitarian. Negara totalitarian adalah Negara yang menempatkan pemerintah sebagai pemegang kedaulatan tertinggi.
Ciri – ciri Negara totalitarian adalah hanya ada satu partai yang berkuasa dan dominasi militer yang amat kuat. Ciri lain adalah mereka menganggap ras mereka lebih tinggi dari ras lainnya.
Negara – Negara yang berpaham fasis yaitu : Italia, Jerman dan Jepang
1. Fasis Italia
Italia menjadi salah satu pemenang dalam perang Dunia I, tetapi Italia amat kecewa karena hanya mendapatkan keuntungan yang sedikit, dan membuat situasai politik dan ekonomi menjadi tidak stabil. Ekonomi egara tersebut terus memburuk. Dalam keadaan seperti ini muncul tangan besi Benito Amilcare Andre Mussolini
a. Terbentuknya fasisme di Italia
Pada tahun 1919, Mussolini membentuk partai Fasis ( Fascio de combbattimento ). Sejak itu ia mengembangkan paham fasis di Italia.
Faktor – faktor pendorong terbentuknya fasisme di Italia :
1. Kekecewaan rakyat Italia atas penyempitan wilayah akibat Perang Dunia I.
2. Keinginan Italia untuk mengulang masa kejayaan Romawi.
3. Penderitaan rakyat akibat Perang Dunia I.
4. Kelemahan atas kebajikan pemerintahan Raja Viktor Emmanuel III.
5. Kemenangan Partai Fasis saat pemilu tahun 1922.
6. Berkembangnya Fasisme di Italia
Pada tahuan 1922. Mussolini terpilih menjadi Perdana Menteri, selanjutnya ia memangkat diri sebagai “ Il Dauce “ ( Sang Pemimpin ).
Upaya – upaya Mussolini untuk mencapai kejayaan Italia, yaitu :
1. Menyingkirkan lawan – lawan politiknya yang mencoba merintangi usahanya.
2. Memperkuat angkatan perang.
3. Menguasai selurug laut tengah sebagai Mare Nostrum atau laut kita.
4. Membentuk “ Re Sorgimento “ dengan semangat “ Italia La Prima “ ( Italia Raya ).
5. Menduduki Libia, Ethopia ( Absenia ) dan Albania dan lain – lain.
2. Nazisme di Jerman
Setelah perang Dunia I, Jerman mengalami kehancuran terutama dalam hal Infrastruktur dan ekonomi. Dalam kekacauan ekonomi ini muncul tokoh Adolf Jitler. Ia mendirikan Partau Nazi ( National Sozialistice Deutsche Albelter Partai ).
a. Terbentuknya Naziisme di Jerman
Adolf Hilter merupakan pemimpin Nazisme di Jerman. Visi misi politik Hilter tercermin dalam bukunya yang berjudul “ Mein Kamf “ ( Perjuangan saya ). Dalam buku tersebut termuat dua hal pokok, yaitu :
1. Bangsa Jerman ( Ras Arya ) merupakan ras yang paling unggul.
2. Sebagai bangsa yang besar, maka Jerman memerlukan sejumlah wilayah taklukan.
3. Menggeloralan Chauvinisme ( Nasional berlebihan ) untuk membangkitkan harga diri bangsa Jerman.
4. Membangun angkatan perang yang kuat.
5. Membangun Industri secara besar – besaran, dan lain-lain.
3. Militerisme di Jepang
Pada tahun 1914, Jepang di bawah kaisar Hirota mengalami kemajuan pesat dalam bidang perdagangan, industri, dan militer menganggap dirinya keturunan Dewa Matahari (Amateraucu Omikami), bangsa Jepang menganggap bangsa lain lebih rendah. Jepang melancarkan politik eskpansi ke Negara – Negara di kawasan Asia – Pasifik.
Dalam melancarkan politik ekspansinya, kaisar Hirohita melakukan tindakan – tindak sebagai berikut :
1) Mengobarkan semangat Bushido ( jalan ksatria ) sebagai semangat berani mati demi Negara dan kaisar.
2) Menyingkirkan tokoh – tokoh politik yang anti militer.
3) Memodernisasi angkatan perang.
4) Mengenalkan ajara Shinto Hakko Ichi-u, yaitu dunia sebagai satu keluarga yang dipimpin oleh Jepang.
5) Mempropagandakan Jepang sebagai cahaya, pemimpin dan pelindung Asia yang membebaskan bangsa – bangsa dari penjajahan bangsa Barat dll.
3. Militerisme Jepang
Kemajuan Jepang tampak sejak zaman Restorasi Meiji pada tahun 1868. Tokoh pembaharu Jepang ini adalah Mutsuhito atau Meiji Tenno. Ia mengadakan pembaharuan dalam berbagai bidang. Salah satu di antaranya adalah bidang militer. Ia memperbarui susunan Angkatan Darat dan Angkatan Laut yang mencontoh keadaan Jerman. Namun dalam Perang Dunia I Jepang ikut berperang melawan Jerman. Perang ini memberi kesempatan yang baik untuk merebut daerah jajahan Jerman di Cina, yang akan dibangun pangkalan di daratan Cina. Setelah Perang Dunia I selesai, Jepang sebagai negara yang ikut menang perang mendapat beberapa keuntungan berupa beberapa pulau bekas jajahan Jerman di Samudera Pasifik.
Dengan demikian Jepang menjadi saingan berat bagi negara-negara Barat di Asia, karena hasil industrinya yang membanjiri pasaran Asia dan pengaruhnya di Benua Asia semakin bertambah. Meskipun Jepang mempunyai daerah jajahan di Korea, namun hal itu belumlah mencukupi. Oleh karena itu Jepang yang merupakan negara imperalis modern satu satunya di timur jauh, berkeinginan untuk mempunyai jajahan luas di Asia.
Pada tahun 1927 Baron Tanaka menjadi Perdana Menteri Jepang. Ia adalah ahli siasat militer yang sudah banyak pengalaman menghadapi Rusia. Kepada Kaisar Jepang disampaikannya rencana ekspansi Jepang untuk menguasai seluruh Asia Timur. Menurut Tanaka untuk dapat menguasai Cina lebih dahulu harus menguasai Mansyuria dan Mongolia. Apabila Jepang sudah dapat menguasai seluruh daratan Cina, semua negerinegeri lainnya dan negara-negara di sekitar Asia Selatan akan menyerah kepada Jepang. Bahkan negara-negara besar di Eropa tidak akan berani mengganggu kedaulatan Jepang di Asia Timur. Pada tahun 1931 Jepang merasa sudah dapat menyaingi industri di Eropa. Bahkan mampu menguasai seluruh Mansyuria. Dengan keadaan semacam itu, maka Jepang berani menyambut protes LBB dengan pernyataan keluar dari LBB.
Pada tahun 1936 Jepang bersama-sama dengan Jerman dan Italia membentuk “Anti Komintern Pact” dengan maksud untuk menghancurkan komunisme. Kemudian Jepang tidak kuat menahan sikap agresifnya. Oleh karena itu setelah menyerbu Cina Utara, pecahlah Perang Cina-Jepang pada tahun 1937. Perang tersebut menggoncangkan suasana di daerah Pasifik, sehingga masing-masing negara di Pasifik mulai memperkuat kedudukannya. Tanda-tanda akan meletusnya Perang Pasifik mulai tampak nyata. Negara-negara Barat semakin cemas terhadap tindakan Jepang. Oleh bangsa Barat, Jepang dianggap sebagai “bahaya kuning” artinya bahaya orang Jepang yang menyaingi industri Barat. Lebih-lebih ketika Jenderal Tojo mulai memegang pemerintahan militer di Jepang pada tahun 1941.
No comments:
Post a Comment